Jumat, 04 November 2011

Bolehkah kita masturbasi

Kontroversi masturbasi Pada banyak masyarakat hingga abad ke-20 masturbasi dianggap sebagai hal yang tidak baik.
Anggapan memalukan dan
berdosa yang terlanjur tertanam
disebabkan karena porsi
“penyalahgunaan” pada kata itu
hingga kini masih tetap ada dalam terjemahan modern, meskipun para aparatur kesehatan telah sepakat bahwa masturbasi tidak mengakibatkan kerusakan fisik maupun mental.
Tidak juga ditemukan bukti
bahwa anak kecil yang melakukan
perangsangan diri sendiri bisa
mengalami celaka.
Yang terjadi adalah, sumber
kepuasan seksual yang penting ini
oleh beberapa kalangan masih
ditanggapi dengan rasa bersalah
dan kecemasan karena ketidaktahuan mereka bahwa
masturbasi adalah kegiatan yang
aman, juga karena pengajaran
agama berabad-abad yang
menganggapnya sebagai kegiatan
yang berdosa.
Terlebih lagi, banyak di antara kita
telah menerima pesan-pesan negatif dari para orang tua kita,
atau pernah dihukum ketika tertangkap basah melakukan masturbasi saat kanak-kanak.
Pengaruh kumulatif dari kejadian-
kejadian ini seringkali berwujud
kebingungan dan rasa berdosa,
yang juga seringkali sukar dipilah.
Saat di mana masturbasi menjadi
begitu berbahaya adalah ketika ia
sudah merasuk jiwa (kompulsif).
Masturbasi kompulsif
(sebagaimana perilaku kejiwaan
yang lain) adalah pertanda adanya masalah kejiwaan dan perlu mendapatkan penanganan dari dokter jiwa.
Berlawanan dengan keyakinan
kuno, masturbasi tidak akan
menyebabkan munculnya birahi
tanpa kendali, tidak akan
menyebabkan anda buta atau tuli,
menyebabkan anda flu, tumbuh
rambut pada tangan anda, gagap,
atau membunuh anda.
Masturbasi adalah ungkapan
seksualitas yang alami dan tidak
berbahaya bagi pria dan wanita,
dan cara yang sangat baik untuk
mengalami kenikmatan seksual.
Bahkan, beberapa pakar
berpendapat bahwa masturbasi
bisa meningkatkan kesehatan
seksual karena meningkatkan
pemahaman seseorang akan
bagian-bagian tubuhnya dan
dengan cara bagaimana
memuaskannya, membangun rasa
percaya diri dan sikap dapat
memahami diri sendiri.
Pengetahuan ini selanjutnya bisa
dibawa untuk memperoleh
hubungan seksual yang memuaskan di masa depan, baik
dengan cara masturbasi bersama-
sama pasangan, atau karena bisa
memberitahukan pasangannya
apa-apa saja yang bisa
memuaskan diri mereka.
Ini adalah usul yang bagus bagi
setiap pasangan untuk membicarakan perilaku masturbasi mereka dan juga untuk menenangkan pasangan jika sewaktu-waktu salah satu di
antara mereka lebih memilih
untuk melakukan masturbasi
daripada senggama.
Dalam beberapa kejadian,
masturbasi bersama-sama mungkin bisa diterima.
Dilakukan sendirian ataupun
dengan kehadiran pasangan,
kegiatan ini bisa sangat
menyenangkan dan menambah
keintiman, jika ini tidak dianggap
sebagai sebuah bentuk penolakan.
Seperti kegiatan yang lainnya, jika
ini tidak dikomunikasikan dengan
baik, masturbasi bisa diterjemahkan sebagai tanda
amarah, keterasingan, ataupun
ketidakbahagiaan terhadap
hubungan yang sedang
berlangsung.
Aktivitas seks berupa marsturbasi
yang dilakukan dengan pasangan
dinamakan masturbasi mutual di
mana masing-masing saling
merangsang dan saling
bermasturbasi atau dengan saling
melihat bermasturbasi.
Dengan mengatasi stereotip
negatif masyarakat dan perasaan
pribadi masing-masing individu
tentang masturbasi, maka para
pria dan wanita bisa dengan bebas mengeksplorasi dan menikmati seksualitas mereka secara pribadi, dengan cara yang memuaskan.
Satu peringatan: untuk tetap
memperoleh seks yang aman,
masturbasi dengan pasangan bisa
merupakan suatu alternatif yang
menyenangkan bagi senggama,
sepanjang kontak dengan kelenjar
Cowper atau lubrikasi vaginal
pasangan dihindari, khususnya jika mempunyai goresan atau luka terbuka.
Pandangan agama Islam
Ada perbedaan pendapat dalam
hal ini. Pertama haram, dan kedua
boleh-boleh saja. Ulama
yang berpendapat demikian, mendasarkan keharamannya pada Al-Qur’an surah Al-Mu’minuun:5-7
Yang artinya:
“Dan orang orang yang
mememelihara kemaluannya
kecuali terhadap istrinya atau
hamba sahaya, Mereka yang
demikian itu tak tercela.
Tetapi barangsiapa mau selain
yang demikian itu, maka
mereka itu orang-orang yang
melewati batas.”
Keharaman ini juga didasarkan
pada alasan bahwa orang yang
onani itu ibaratnya melepaskan
syahwatnya bukan pada
tempatnya. Seperti itu jelas tidak
diperbolehkan.
Sedang ulama yang
memperbolehkan onani atau
masturbasi ini beralasan bahwa
mani adalah sesuatu yang lebih,
Karenanya boleh dikeluarkan.
Bahkan hal itu diibaratkan dengan
memotong daging lebih.
Pendapat demikian ini didukung
Imam Hambali dan Ibnu Hazm.
Sedang ulama Hanafiah memberikan batas kebolehan
dalam keadaan: karena takut melakukan perzinaan;
karena tidak mampu kawin
(tapi syahwat berlebihan).
Rasulullah SAW juga telah mengajarkan bagaimana menghindari luapan birahi, bagi
para pemuda yang belum mampu
menikah; hendaknya sering-sering
melakukan puasa, karena puasa itu hikmah, dan puasa bisa membendung syahwat atau nafsu birahi.

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites